JAKARTA- Menteri Agama Fachrul Razi memberikan arahan kepada para pemuka agama Buddha, mengingat pentingnya menjaga kedamaian dalam berbangsa dan bernegara.
Hal ini disampaikan Menag di hadapan ratusan pemuka agama Buddha yang menghadiri Silaturahmi Bersama Menteri Agama dan Evaluasi Pelaksanaan Program Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, di gedung Kementerian Agama, di Jalan Thamrin-Jakarta, Rabu (18/12).
“Kedamaian ini juga sangat besar sekali dampaknya. Bukan saja bagi pembangunan kehidupan agama saja, tetapi juga terhadap pembangunan ekonomi sebuah bangsa,” ujar Menag,
Menteri Agama Fachrul Razi juga menyampaikan, moderasi beragama yang dalam beberapa tahun terakhir diusung oleh Kementerian Agama, ibarat bandul keseimbangan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia.
Pernyataan ini dikemukakan Menag saat memberikan sambutan dalam kemasan Silaturahmi Bersama Menteri Agama dan Evaluasi Pelaksanaan Program Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama.
“Kita umpamakan moderasi itu sebagai sebuah bandul. Yang selalu bisa dan akan selau ada di tengah, kembali ke tengah,” ujar Menag
Silaturahmi bersama Menteri Agama ini dihadiri sekitar 200 pemuka agama Buddha. Hadir pula Dirjen Bimas Buddha Caliadi, para Bhikhu Sangha dari tiga mazhab (Theravada, Mahayana, Tantrayana), Ketua Umum WALUBI Dra.Hartati Murdaya bersama jajarannya 15 Majelis anggota Walubi, Drs.Budi Setiawan dan Ketua Permabudhi Arief Harsono.
Menurut Menag dengan moderasi beragama, diharapkan setiap umat dapat menjalankan kehidupan agamanya dengan moderat. “Yang kita moderatkan bukan agamanya. Agama sudah pasti moderat sampai kiamat pun agama itu moderat. Tapi yang kita moderasi adalah kehidupan beragama,” ungkap Menag.
Sebagai sebuah bandulan, Menag pun berharap moderasi beragama dapat memperkecil sudut perbedaan antara paham keagamaan. “Sebagai sebuah bandul, moderasi beragama juga harus memiliki langkah maju. Bukan hanya berada di tengah, tapi juga dapat memperkecil sudut perbedaan,” kata Menag.
Misalnya, Menag mencontohkan, bila sikap moderasi ada di tengah jangan sampai memiliki jarak terlalu lebar dengan sudut ultra konservatif. “Kita harus memperkecil sudut yang ada. Karena kalau terlalu besar sudutnya, nanti akan terjadi benturan. Jadi kewajiban kita dalam moderasi beragama itu, memperkecil sudut itu,” pesan Menag.
Kehidupan beragama yang moderat menurut Menag dapat menjadi modal sosial tersendiri bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan, ada dua hal yang kemudian akan lebih kuat dengan keberadaan moderasi beragama, yakni toleransi dan tenggang rasa.
Hal ini yang kemudian menurut Menag menjadi modal untuk merawat kedamaian. “Damai itu sangat perlu, dibutuhkan. Bukan hanya dalam kaitan pembangunan agama tapi juga dan kaitan pembangunan ekonomi bangsa kita,” tegas Menag.