Bila kita berbicara tentang kehendak (cetana), dalam diri semua makhluk memiliki kehendak itu. Karena tanpa kehendak makhluk tidak dapat berbuat apa-apa. Apa yang dilakukannya, baik melalui perbuatan, maupun perkataan dan pikiran, kesemuanya itu ditimbulkan oleh kehendak (cetana ).
Bila kehendak timbul pikiran juga timbul, demikian juga sebaliknya bila pikiran timbul kehendak juga timbul. YMS Buddha Gotama pernah bersabda “O Bhikkhu, kehendak (cetana) untuk berbuat itulah yang Aku namakan Kamma. Sesudah berkendak orang lantas berbuat dengan badan jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano)“. (Anguttara Nikaya III:415 )
Kehendak ( cetana ) terbagi dua macam, yaitu kehendak yang baik ( kusala-cetana ) dan kehendak yang tidak baik (akusala-cetana).
Kehendak yang baik (kusala-cetana) timbul selalu bersekutu dengn pikiran baik (kusala-citta ), yaitu :
- Saddha, yang berarti keyakinan, yaitu keyakinan terhadap sesuatu yang harus diyakini (Tri Ratna);
- Sati, yang berarti kesadaran/ingatan, yaitu kesadaran/ingatan yang mantap terhadap segala sesuatu yang baik, sehingga tidak pernah sampai lupa kepadanya;
- Hiri, yang berarti malu, yaitu malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik/jahat;
- Ottapa, yang berarti takut, yaitu takut akan akibat dari perbuatan yang tidak baik/jahat;
- Alobha, yang berarti tidak lobha atau ketidak-cenderungannya pikiran terhadap suatu objek. Ia juga disebut Nekkhamma-dhatu (unsur dari pengingkaran diri atau meninggalkan duniawi), atau disebut juga Anabhijjha (tidak mempunyai nafsu loba);
- Adosa, yang berarti tidak benci, atau menurut etika berarti persahabatan, atau kemurnian dari pikiran. Ia juga disebut Abyapada (tidak mempunyai kemauan jahat) dan Metta (cinta kasih tanpa pamrih);
- Tatramajjhattata, yang berarti keseimbangan pikiran, yaitu sikap pikiran yang tidak terikat pada suatu objek atau tidak senang pun tidak benci kepada objek itu. Inilah yang disebut Upekkha-Brahmavihara (keseimbangan batin dari kediaman yang luhur), dan Upekkha-Sambojjhana (keseimbangan batin yang termasuk factor penerangan sejati);
- Samma-vaca, yang berarti bicara benar, yaitu menghindari empat macam kejahatan dari perkataan, yakni berdusta, bicara memfitnah, bicara kasar, bicara hal-hal yang tidak perlu atau omong kosong;
- Samma-kammanta, yang berarti perbuatan benar, yaitu menghindari tiga macam kejahatan dari perbuatan, yakni membunuh, mencuri dan berzina;
- Samma-ajiva, yang berarti pencaharian benar atau penghidupan benar, yakni pencaharian yang tidak mengakibatkan pembunuhan, yang halal, yang tidak berdasarkan penipuan, yang tidak berdasarkan ilmu hitam;
- Karuna, yang berarti belas-kasihan, atau keinginan untuk menolong orang yang sedang kesusahan;
- Mudita, yang berarti simpati, yaitu merasa gembira melihat kesuksesan orang lain;
- Pañña, yang berarti bijaksana, yaitu bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu, dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya dan mengerti hakekat hidup dan kehidupan yang sebenarnya. Ia juga disebut Nana (pengertian), Vijja (pengetahuan) dan Samma-ditthi (pandangan benar).
Kehendak yang tidak baik/jahat (akusala-cetana) timbul selalu bersekutu dengan pikiran jahat (akusala-citta), yaitu :
- Lobha, yang berarti secara etika adalah ketamakan, tetapi secara psychology adalah terikatnya pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha (keinginan rendah), kadang-kadang disebut Abhijjha (nafsu loba), kadang-kadang disebut Raga (hawa nafsu);
- Dosa, yang berarti secara etika adalah kebencian, tetapi secara psychology adalah pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek yang tidak menyenangkan, pertentangan atau konflik. Inilah yang kadang-kadang disebut Patigha (dendam), kadang-kadang juga disebut Byapada (kemauan jahat);
- Moha, yang berarti kebodohan batin, kegelapan batin, kurang pengertian. Ia juga disebut Avijja (tidak pengetahuan), Annana (tidak pengertian), Adassana (tidak melihat);
- Ditthi, yang berarti kekeliruan, kepalsuan atau pandangan salah, ia menganggap kekal kepada apa yang tidak kekal, menganggap benar kepada apa yang tidak benar, atau ia mengingkari bahwa adanya akibat dari perbuatan dan sebagainya;
- Mana, yang berarti kesombongan, atau tafsiran yang salah. Ia merenungkan secara salah terhadap nama-rupa (batin-jasmani) ini, sehingga menjadi suatu “Aku”, dan ditafsirkan sebagai sesuatu yang mulia atu hina terhadap kasta, kepercayaan dan sebagainya yang ada pada seseorang;
- Issa, yang berarti keiri-hatian atau tidak mempunyai perasaan senang terhadap kesuksesan orang lain. Ia juga diartikan sebagai suatu sikap yang mencari-cari kesalahan orang lain;
- Macchariya, yang berarti egois, suka mementingkan diri sendiri, tidak dermawan atau tidak suka menolong orang lain;
- Kukkucca, yang berati kekhawatiran, was-was, risau. Terdapat 2 macam kekhawatiran, yaitu 1) Kekhawatiran yang berkenaan dengan kelupaan, misalnya kelupaan mengunci pintu. 2) Kekhawatiran yang berkenaan dengan kejahatan;
- Ahirika, yang berarti tidak ada rasa malu dalam melakukan perbuatan jahat;
- Anottappa, yang berarti tidak ada rasa takut akan akibat dari perbuatan jahat dan nekat untuk melakukan perbuatan jahat;
- Uddhacca, yang berarti kegelisahan atau kekacauan pikiran berkenaan dengan sebuah objek, misalnya tidak tercapai apa yang dicata-citakan;
- Thina, yang berarti kemalasan, yaitu kemalasan dari pikiran, kegelapan dari pikiran terhadap suatu objek, sehingga tidak melakukan secara benar terhadap sesuatu;
- Middha, yang berarti kelelahan, yaitu kelelahan dari bentuk-bentuk pikiran, kelelahan dari bakat setiap bentuk pikiran, seperti kontak, perasaan, pencerapan dan lain-lainnya;
- Vicikiccha, yang berarti keragu-raguan atau kebingungan, yaitu tidak percaya kepada apa yang harus dipercaya atau tidak yakin kepada apa yang harus diyakini.
Dalam Ovada 3 (3 bait nasehat Sang Buddha Gautama), yang merupakan singkatan dari ajaran Beliau, bersabda :
- Jangan Berbuat Jahat, yang berarti menganjurkan kepada kita tidak melakukan sesuatu yang berdasarkan kehendak jahat (akusala-cetana), yang merupakan singkatan dari Vinaya Pitaka;
- Tambahlah Kebaikan, yang berarti mengajurkan kepada kita melakukan sesuatu yang berdasarkan kehendak baik (kusala-cetana), yang merupakan singkatan dari Sutta Pitaka;
- Sucikan Hati dan Pikiran, yang berarti menganjurkan kepada kita untuk mengembangkan dalam diri kita pikiran-pikiran baik yang berdasarkan alobha (tidak tamak), adosa (tidak benci) dan amoha (tidak bodoh) yang disebut Kusala-mula 3, yang merupakn singkatan dari Abhiddhamma Pitaka.
Kalau kita melihat keadaan dilingkungan umat Buddha sekarang ini, dengan adanya pertentangan-pertentangan pribadi, pertentangan antara majelis ini dengan majelis yang itu yang kelihatannya belum berhenti, kesemuanya itu kelihatan dengan nyata apa yang mereka lakukan itu berdasarkan kehendak jahat (akusala-cetana) sehingga mereka tidak segan-segan menghujat, menghina, memfitnah dan melakukan segala sesuatu yang bertentangan dengan Dhamma-vinaya.
Tidaklah salah, bila YMS Buddha Gotama mengatakan, manusia sekarang ini bila meninggal dunia untuk dapat lahir kembali di alam manusia ini lagi sangat sulit. Karena manusia sekarang ini khususnya umat Buddha, baik para bhikkhu/bhiksu maupun para pandita dan umat Buddha awam, sebagian besar merasa enggan untuk berjalan di atas rel Dhamma-vinaya, pedoman hidupnya tidak berlandaskan Dhamma-vinaya. Sehingga YMS Buddha Gotama bersabda : “Jika O para siswa, beberapa butir debu yang berada di ujung kuku dari jari-Ku ini, dibandingkan dengan banyaknya debu yang ada di alam semesta ini, yang manakah yang akan dikatakan lebih sedikit, dan yang manakah lebih banyak? Para siswa menjawab; Yang Ariya, debu yang ada di ujung kuku itu yang lebih sedikit dan debu yang ada di alam semesta ini yang lebih banyak.” Kemudian YMS Buddha Gotama bersabda lagi: “Demikian juga, O para siswa, mereka yang telah meninggal dunia sangat sedikit sekali yang bertumimbal-lahir lagi di alam manusia dan dewa, laksana beberapa butir debu yang berada di ujung kuku dari jari-Ku ini, dan mereka yang bertumimbal lahir di alam yang menyedihkan (apaya-bhumi) itu adalah banyak sekali, laksana banyaknya debu di alam semesta ini. (Nakhasikha Sutta/Sutta Ujung Kuku dari Jari)
Bila dalam diri seseorang kadar lobha (ketamakan/keinginan rendah) sangat tinggi disebut Manusia Setan (Manussa Peta), sifatnya sombong, berpandangan keliru menganggap dirinya lebih mengerti orang lain, suka memandang rendah orang lain, senang dengan kekuasaan, senang meladeni nafsu indera, perbuatanya selalu berdasarkan ketamakan/keinginan rendah (lobha).
Bila dalam diri seseorang kadar dosa (kebencian) sangat tinggi disebut Manusia Neraka (Manussa Naraka), sifatnya egois, iri hati, kekhawatiran, cepat naik darah, senang mencela orang lain dan pendendam, perbuatannya selalu berlandaskan kebencian (dosa).
Bila dalam diri seseorang kadar moha ( kebodohan batin ) sangat tinggi disebut Manusia Binatang (Manussa Tiracchana), sifatnya tidak ada malu untuk melakukan perbuatan jahat, tidak ada takut akan akibat dari perbuatan jahat, tidak kenal dengan kebajikan, angkuh, selalu gelisah, perbuatannya selalu berdasarkan kebodohan batin (moha).
Bila dalam diri seseorang kadar kusala (kebaikan) sangat tinggi disebut Manusia Manusia (Manussa Manussa), sifatnya merasa malu untuk melakukan kejahatan, mereka takut akan akibat dari perbuatan jahat, senang berdana tanpa pamrih, perbuatanya selalu berdasarkan pri-kemanusiaan (manussa-bhumi).
Dalam kita berbuat kebaikan (kusala-kamma), perbuatan kebaikan yang mana masih disekutui oleh kekotoran batin (kilesa) dan perbuatan kebaikan yang mana tidak disekutui oleh kekotoran batin (kilesa) ?
Yang disebut perbuatan kebaikan yang masih disekutui oleh kekotoran batin, adalah perbuatan kebaikan yang tidak bertujuan untuk mencapai Nibbana, seperti senang berdana, taat dengan sila, senang meditasi samatha dan lain-lainnya. Karena perbuatan kebaikan yang sedemikian akan masih mengalami kelahiran di Sugati-Bhumi (alam kehidupan yang menyenangkan) dan bukan mencapai Nibbana. Hal ini disebabkan oleh Tanha (keinginan rendah) yang masih mencengkram dalam diri yang disebut Bhava Tanha (keinginan untuk lahir kembali di alam-alam kehidupan).
Yang disebut perbuatan kebaikan yang tidak disekutui oleh kekotoran batin adalah perbuatan kebaikan yang bertujuan untuk mencapai Nibbana, seperti belajar dan melaksanakan Dharma, dan sering melatih diri dalam melaksanakan Vipassana Bhavana sehingga mencapai Arahat atau Nibbana.
Terdapat 10 macam kekotoran batin (kilesa), yaitu:
- Lobha Kilesa = ketamakan;
- Dosa Kilesa = kebencian;
- Moha Kilesa = kebodohan batin;
- Mana Kilesa = kesombongan;
- Ditthi Kilesa = kekeliruan;
- Vicikiccha Kilesa = keraguan;
- Thina Kilesa = kemalasan;
- Uddhacca Kilesa = kegelisahan;
- Ahirika Kilesa = tidak ada malu;
- 10. Anottappa Kilesa = tidak ada takut.
(Vibhanga 391).
10 macam kekotoran batin (kilesa) ini masih bernaung dalam diri semua manusia kecuali Arahat. Dalam hal ini tentunya kadar 10 macam kekotoran batin yang berada dalam diri manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Sehingga kekotoran batin itu ada yang dapat dilihat secara nyata dan ada yang tidak dapat dilihat secara nyata, dimana disebut Kilesa 3 (3 macam kekotoran batin), yaitu:
- Vitikkama-kilesa, yang berarti kilesa yang kasar, dapat keluar melalui jasmani dan perkataan, yaitu dapat melakukan kejahatan melalui jasmani dan perkataan. Kilesa kelompok ini dapat dibasmi dengan Sila, yaitu dapat membasmi kilesa selama melaksanakan Sila. Pembasmian cara ini disebut Tandanga Pahana;
- Pariyutthana-kilesa, yang berarti kilesa yang menengah, yang timbul dari pikiran saja, tidak keluar melalui jasmani dan perkataan. Kilesa kelompok ini dapat dibasmi dengan Samadhi/Jhana. Selama masih ada kekuatan Jhana, kilesa kelompok ini dapat diendapkan. Pembasmian cara ini disebut Vikkhambhana Pahana;
- Anusaya-kilesa, yang berarti kilesa yang halus, yang tidur dalam batin, tidak ada siapa yang mampu mengetahuinya, kecuali YMS Buddha Gotama. Kilesa kelompok ini harus dibasmi dengan Panna/Magga-citta, dan Magga-citta ini mampu membasmi kilesa sampai keakar-akarnya dan tidak akan timbul lagi. Pembasmi cara ini disebut Samuccheda Pahana. (untuk menimbulkan Magga Citta, wajib melaksanakan Vipassana Bhavana).
Bagi yang senang berdana, berdana yang bagaimana dapat disebut Dana-Paramita ? Dalam hal ini umat Buddha perlu untuk mengetahui, jangan sampai keliru menilai pengertian Dana-Paramita yang sebenarnya.
Dana-Paramita terbagi 3 macam, yaitu:
- Cula Dana-Paramita, yang berarti Dana-Paramita tingkat kecil/permulaan, misalnya berdana uang, pakaian, makanan, rumah, vihara, sekolah, rumah sakit dan lain-lainnya;
- Majjhima Dana-Paramita, yang berarti Dana-Paramita tingkat menengah, misalnya donor darah, donor mata, donor ginjal dan lain-lainnya;
- Paramattha Dana-Paramita, yang berarti Dana-Paramita tingkat mutlak/tinggi, misalnya mempertaruhkan kehidupan, berani mengorbankan jiwa untuk kebahagiaan makhluk lain. Paramattha Dana-Paramita inilah yang merupakan Dana-Paramita dalam arti kata sebenarnya.
Jivitam aniyatam maranam niyatam, yang berarti hidup dan kehidupan ini tidak berketentuan, tetapi kematian adalah hal yang tentu. Kemanakah kita mau dilahirkan setelah meninggal dunia? Ke alam kehidupan yang menyedihkan (Apaya-bhumi) atau ke alam kehidupan yang menyenangkan (Sugati-bhumi)? Silahkan pilih sesuai dengan keinginan Anda, karena Sorga dan Neraka ada di tangan Anda.
Oleh: Pandit J. Kaharuddin